Selasa, 05 Januari 2021

Bang Zai (Huzail ibnu Shidiq)

  Huzail Bin Muhammad Shidiq atau biasa dipanggil bang Zai adalah salah satu murid pertama dari Babe Amri H Abbas.Pria kelahiran tahun 1971 ini pertama kali mempelajari maenpukul Cingkrig pada tahun 80-an.

  Pertama kali beliau belajar Cingkrig hanya berdua dengan Adik beliau yang bernama Huzri Bin Muhammad Shidiq atau biasa kita panggil Bang Ozi.Jurus-jurus yang dipelajari pada saat itu berjumlah 12 jurus dan jurus yang dipelajari adalah sama dengan jurus cingkrig yang diajarkan oleh almarhum kong Uming (karena kebetulan kong Uming pernah mengajar dilingkungan situ juga) dan kita pernah diajak oleh Babe Amri untuk berkunjung ketempat kong Uming mengajar.

 Seiring waktu materi jurus yang diberikan oleh Babe Amri makin kaya akan pengembangan yang didapat dari guru-guru beliau,tetapi materi tersebut bisa terjadi perbedaan antara satu tempat latihan dengan tempat latihan lainnya yang terkadang bikin bingung para murid saat kumpul bersama,oleh karena itu ketika mandat untuk mengajarkan keilmuan dalam Cingkrig Gerak Cipta jatuh pada generasi selanjutnya (Bang Zai,Bang Rijal,Bang Aan,Bang Abay) maka disusunlah kurikulum yang akan diajarkan kepada anggota baru PPSB Cingkrig Gerak Cipta,diantaranya Gerak dasar yang berjumlah 17 Gerak kemudian jurus wajib yang berjumlah 12 serta Sambut yang berjumlah 2.Adapun untuk materi selain itu maka itu menjadi materi tambahan yang bersifat situasional.

  Bang Zai semenjak mendapatkan mandat untuk mengajarkan keilmuan cingkrig ini selalu mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk menurunkan keilmuan cingkrig ini kepada siapa saja yang mau mempelajarinya.

Luar biasanya adalah beliau akan tetap mengajarkan kepada yang datang untuk belajar walaupun tidak bayaran,yup beliau tidak menagih iuran pada murid-muridnya walaupun pada saat murid mendaftar diformulir sudah tertera jumlah iuran yang harus dibayarkan setiap bulannya,beliau selalu mengatakan "ade yang mao belajar aje udeh bagus,soal rejeki mah udah Allah yang atur" padahal keseharian beliau hanya dari mengumpulkan barang bekas alias mulung.Semoga beliau selalu diberi kesehatan dan umur yang panjang,aamiin.

  Dalam membimbing murid-murid beliau sangatlah sabar dan telaten.Penulis dan anak penulis adalah murid yang dibimbing oleh beliau,dalam menyampaikan materi beliau sangat detail dan ketika menghadapi murid yang kesulitan terhadap satu materi beliau akan mencarikan solusi agar materi tersebut bisa dimengerti oleh murid-murid beliau.

  Demikianlah sedikit cerita tentang Bang Zai murid pertama Babe Amri sekaligus penerus Cingkrig Gerak Cipta Rawa Belong.

terima kasih.

Jakarta,6 Januari 2021

Abay Ibnu Shidiq



Kamis, 09 Agustus 2018

BANDRONG

Sejarah Pencak Silat Bandrong
Pada waktu Sultan Maulana Hasanudin dinobatkan menjadi sultan di Banten (1552-1570), beliau mempunyai seorang patih yang bernama kiayi semar ( Ki semar ), beliau berasal dari kampong kemuning Desa tegal luhur . Sang patih pada hari jum’at selalu izin kepada sultan untuk kembali ke kampungnya karena pada hari tersebut ia berdagang daging kerbau di pasar Balagendong Desa Binuangeun ( dulu Kecamatan ). Pada suatu hari ketika Ki semar sedang berjualan dilapaknya tiba – tiba datanglah seseorang yang akan membeli dagangannya, orang itu bernama Kiayi Asyraf ( Ki Sarap ) tujuannya untuk membeli limpa atau sangket. Tapi oleh Ki Semar keinginan si pembeli di sepelekan karena dianggapnyaorang miskin tak akan mampu membeli sangket yang harganya sangat mahal, padahal Ki sarap sebenarnya ingin untuk membelinya. Karena Ki sarap memaksa untuk membeli sedangkan Ki semar tetap bertahan tidak mau menjualnya, sehingga suasana menjadi tegang, kemudian terjadilah pertangkaran mulut, dan akhirnya terjadilah bentrokan fisik.
 Tangan Ki Sarap di kelit ditekuk dibelakang punggung, dan dengan angkuh serta melecehkan, Ki Semar mengatakan “ tak mungkin orang miskin seperti kamu mampu membeli barang daganganku ini”. Ki sarap sangat marah disebut sebagai orang miskin tapi diam saja menahan amarah karena kejadian tersebut di tempat umum. Akhirnya dia pulang dengan tangan hampa tanpa membawa sangket yang diinginkannya, saat pikirannya dipenuhi perasaan tersinggung oleh ucapan Ki semar yang sangat menyakitkan hatinya, kemudian timbulah rencana untuk menghadang Ki semar dalam perjalanan pulang kerumahnya nanti.
Sekitar pukul 10.00 siang ketika itu para pedagang dipasar mulai bubar dan Ki semar mulai beranjak pulang menuju rumahnya di kampong kemuning, ia berjalan tergesa – gesa karena pada hari itu ia harus mengejar sholat jum’at berjamaah. Di tempat yang sepi antara Balagendong dan kampong kemuning, tiba – tiba muncul Ki Sarap di tengah jalan menhadang Ki Semar, saat itu Ki Sarap yang hatinya sudah dipenuhi kemarahan tanpa basa – basi lagi langsung menyerang Ki Semar berusaha membela dirinya sehingga terjadilah adu kekuatan ilmu kemonesan / kesaktian.
Kemudian masing – masing mengeluarkan ilmu ketangkasan dan kehebatannya, memang mereka berdua sama – sama kuat, tangkas dan sakti kanuragan. Perkelahian antara keduanya itu berlangsung sejak jam 11.00 siang sampai jam 18.00 sore menjelang magrib. Ki sarap telah mengeluarkan seluruh kemampuannya, semua jurus, kelit, seliwa kurung, lima pukul, sepak kombinasi, sodok dan seribu satu langkah telah dikeluarkannya. Tapi Ki Semar juga sama tangguhnya, setiap kali kena benturan pukulankeras Ki Sarap, setiap kali itu pula benturannya mengeluarkan suara seperti gendring dan juga mengeluarkan kilatan api dari tubuh Ki Semar.
Begitu pula Ki sarap yang tangguh, beliau menguasai ilmu pencak silat bandrong, tubuhnya sama sekali tak dapat di sentuholeh serangan – serangan Ki semar yang datang beruntun seperti air bah. Pencak silat bandrong sangat ampuh sebab dalam langkah dan jurusnya terdapat banyak versi dan variari pukulan, mampu berkelit dari pukulan atau tendangan musuh, bacokan golok, tusukan pisau atau senjata apapun, seorang pesilat bandrong akan dapat berkelit dengan sangat indah, licin dan gesit luar biasa. Bahkan serangan baliknya sangat membahayakan bagi lawan – lawanya.
Semakin keras serangan musuhnya, semakin keras pula jatuhnya, bahkan pesilat bandrong dapat menawarkan kepada musuhnya ingin jatuh terlentang atau telungkup bahkan terpelanting, hal seperti ini akan membuat musuh – musuhnya kewalahan. Peristiwa itu memang luar biasa, keduanya ternyata sama – sama sakti Ki semar sangat kebal pukulan, Ki sarap sangat licin bagai belut dan tangkas menyerang seperti ikan bandrong yang melesat terbang dan menukik. Ketika alam mulai gelap mendekati waktu magrib, tiba – tiba Ki sarap menghadapkan tubuhnya kearah kiblat kepalanya menengadah kelangit bermunajat dan istighosah kepada Allah SWT, setelah selesai berdo’a terlihat kakaknya yang bernama Ki ragil sedang duduk di pelepah pohon aren yang tinggi, agaknya sudah lma dia memperhatikan pertarungannya.
Melihat itu Ki Sarap pun berteriak ” kakak ! sudah sejak pagi hingga sore aku bertarung melawan orang ini, tapi belum ada yang kalah” . Ki Ragil pun bertanya : ” Apa kamu sudah lelah atau kewalahan ?”, hai adikku, ini ambillah golokku tebaslah leher musuhnmu ” ujar Ki ragil sambil menjatuhkan goloknya. Kemudian Ki sarap mengambil golok itu dan menebas leher Ki semar, dengan sekali tebas kepala Ki semarpun terpental puluhan meter, lalu kepala itu berputar seperti gangsing kemudian menghujam kedalam tanah. Hingga saat ini tempat kepala terkubur yaitu dipinggir sungai di tepi hutan antara balagendong dan kampung kemuning menjadi tempat yang sepi dan kabarnya angker banyak gangguan mahluk halus hingga sekarang ini.
Usai sudah pertandingan hebat itu yang dimenangkan oleh Ki sarap, kemudian masyarakat yang menyaksikan adu kekuatan itu segera mengangkat tubuh Ki semar yang tanpa kepala dibawa kekampung untuk di urus sebagaimana mestinya dan kemudian dimakamkan dikampung kemuning desa tegal luhur. Ter siarnya kabar tentang kematian Ki semar yang saat itu menjabat sebagai senopati tanah banten, merupakan berita yang menghebohkan dan berita itu dibicarakan dihampir semua tempat orang berkumpul membicarakan tentang kejadian tersebut dan sampailah berita tersebut kepada Sultan Maulana Hasanudin di Banten. Mendengar berita tersebut Sultan sangat terkejut dan marah, kemudian memerintahkan kepada punggawanya untuk menangkap Ki Sarap yang di anggap sebagai pembunuh Ki Semar sang senopati Banten.
Sepasukan tentara lengkap segera di berangkatkan ke gudang batu untuk menangkap Ki Sarap yang kemudian dihadapkan kepada sultan karena akan diadakan pengusutan lebih lanjut tentang pembunuhan itu. Selanjutnya atas perintah Sulatan Banten, Ki Sarap di masukkan kedalam penjara dan akan dihukum mati di tiang gantungan. Selama dalam penjara Ki sarap selalu bermunajat kepada Allah SWT untuk mendapat perlindungan Nya, disamping itu juga ia juga mengamalkan ilmu asihannya ( Aji – aji pengasih ) agar dia diampuni dan dikasihani oleh Sultan Maulan Hasanudin. Berkat pertolongan Allah SWT, aji – aji pengasih Ki sarap bukan hanya berpengaruh kepada sultan, tapi juga manjangkau hati sanubari permaisuri Sultan Maulana Hasanudin.
Dalam suatu musyawarah mengenai hukuman yang akan dijatuhkan kepada Ki Sarap, permaisuri Sultan mengemukakan pendapatnya bahwa hukuman mati untuk Ki Sarap sangat tidak tepat dengan alasan :
Ki Sarap dan Ki semar bertarung mengadu kesaktian dan yang hidup adalah karena membela diri sendiri berarti hal itu bukanlah pembunuhan.
Kerajaan Banten sangat membutuhkan orang – orang yang gagah berani, kuat dan banyak ilmunya seperti Ki Sarap untuk menghadapi musuh yang lebih besar lagi, hal ini jelas Ki Sarap lebih kuat dengan berhasilnya dia mengalahkan Ki Semar yang saat itu menjabat Senopati Banten.
Dengan adanya usul permaisuri tersebut Sulatan tidak langsung menerima begitu aja, tapi saran itu di renungkannya lagi dan dimusyawarahkan bersama para pembantu Sultan yang lainnya, dan akhirnya pendapat permaisuri itu dapat di terima oleh Sultan. Selanjutnya Ki Sarap dipanggil menghadap Sultan Maulana Hasanudin dan dijelaskan oleh sultan bahwa hukuman mati untuknya dibatalkan kemudian Ki Sarap diberi tugas untuk menggantikan Ki Semar sebagai senopati Kesultanan Banten dengan syarat harus mau melalui ujian ketangkasan yaitu menembak anting – anting ( gegombel ) tudung permaisuri Sultan tanpa melukainya sedikitpun. Persyaratan tersebut diterima oleh Ki Sarap, walaupun dia tahu resikonya sangat tinggi mengingat dia bukanlah seorang ahli dalam hal menembak.
Ki Sarap meminta waktu selama tiga hari sebelum ujian tersebut dilaksanakan, ia memohon izin agar dibolehkan pulang ke kampungnya di Gudang batu. Setelah sampai di kampungnya, Ki Sarap segera menghadap kepada kakaknya yaitu Ki Ragil dan memberi tahukan masalah yang sedang dihadapinya, maksud Ki Sarap menceritakan tentang ujian dari sultan tersebut untuk meminta petunjuk atau bantuan saran dari kakaknya. Ki Ragil mengatakan ” pergilah dan bawalah benda ini, untuk dimasukan kedalam senapan saat pelaksanaan ujian itu nanti”.
Kemudian Ki Ragil memberi beberapa petunjuk tata cara menembakkan senjata sebagai berikut :
” Jika sang permaisuri berada di daerah timur menghadap ke arah barat, berbaliklah ke arah yang sama dan arahkan senapanmu ke arah barat pula dan jika permaisuri di arah utara menghadap keselatan, maka kamu pun harus demikian pula arahnya”. Setelah semua pesan dari Ki Ragil dimengerti dengan sebaik – baiknya, maka Ki Sarap memohon doa dari kakaknya untuk segera kembali menghadap Sultan Maulana Hasanudin di Banten. Sore hari itu Ki Sarap telah sampai di Banten dan langsung menghadap Sultan, saat itu Sultan Maulana Hasanudin tercengang kagum dan gembira menyaksikan Ki Sarap yang konsekwen dengan permintaan izinnya untuk pulang hanya tiga hari, itupun ditepatinya dengan baik.
Pada hari yang telah ditentukan, tibalah saat yang dinanti – nantikan oleh seluruh masyarakat Banten, karena pada hari itu sultan akan menguji ketangkasan seorang calon Senopati Banten. Di alun – alun kesulatanan Banten, sejak pagi hari masyarakat sudah memenuhi arena tempat pengujian, mereka sangat antusias untuk menyaksikan peristiwa yang sangat menegangkan dan hal ini mereka anggap sebagai peristiwa langka dan belum pernah terjadi. Di tengah – tengah alun – alun sang permaisuri duduk dikursi yang berada disebelah timur menghadap ke arah barat, dengan jarak sekitar 30 meter, Ki Sarap berdiri berhadapan dengan permaisuri. Kemudian Ki Sarap mulai membidikan senapannya ke arah sasaran, tapi secara tiba – tiba dengan gerakan yang cepat Ki Sarap membalikan tubuhnya kearah barat, bidikan senapannya ditujukan ketempat kosong, dengan hati hati dia menarik pelatuknya kemudian terdengarlah letusan senapanya.
Dan apa yang terjadi ? ” ternyata peluru yang ditembakkan tepat mengenai ” gegombel ” kerudung sang permaisuridan terdengar ” pluk” suara gegombel yang jatuh ke tanah tetapi permaisuri Sultan tetap ditempatnya semula tak tersentuh oleh peluru yang ditembakkan oleh Ki Sarap.
Jatuhnya gegombel kerudung permaisuri diiringi oleh suara sarak sorai yang gemuruh dari seluruh masyarakat yang menyaksikannya. Tepuk tangan yang berkepanjangan menggambarkan kepuasan dan kegembiraan masyarakat karena telah memiliki senopati baru yang gagah, hebat dan tinggi ilmunya. Permaisuri menitikkan air mata bahagia karena saran pendapatnya sudah menjadi kenyataan bahwa kesultanan Banten Kini telah diperkuat oleh seorang senopati sakti yang berasal dari daerah Gudang batu yaitu Ki Sarap. Kemudian Ki Sarap diberi gelar kehormatan yaitu ” SENOPATI NURBAYA ”. Senopati Nurbaya yang kemudian dikenal Ki urbaya menjalankan tugas utamanya untuk mengamankan wilayah laut jawa terutama teluk banten dan pelabuhan karang antu.
Beliau bermarkas di ” BOJO – NAGARA ” untuk menghadapi para bajak laut yang mereka sebut BAJAG – NAGARA, para bajak laut itu bermarkas di Tanjung Bajo dan biasanya hasil rampokan mereka disembunyikan atau ditunda dulu di ” Pulo tunda ” sebelum dibawa kedaerahnya masing – masing. Kini tempat – tempat tersebut menjadi terkenal dan namanya dikekalkan dengan peristiwa yang terjadi disana kini menjadi nama yang mengandung kenangan abadi. Selama bertugas di Kesultanan Banten, Ki Patih Nurbaya atau panggilan lainnya Ki Jagabaya atau Ki Jagalaut menjaga wilayah yang dikuasainya sehingga wilayah tersebut menjadi aman dan tentram tak pernah ada gangguan dari para pengacau terutama para bajak laut yang dulu berkeliaran menguasai Laut Jawa dan Teluk Banten. Karena tugasnya selalu menjaga laut, akhirnya nama k\Ki Sarap lebih populer dengan gelarnya : ”KI JAGABAYA” atau ”KI JAGA LAUT”. Dunia terus berputar sejarah berjalan sesuai dengan kehendak tuhan, lama juga Ki Jagabaya menjalankan tugasnya mengamankan daerah yang di amanatkan kepadanya.
Beliau memusatkan pertahanannya di PULO KALIH ( pulau dua ) apabila beliau mengintai musuh dilakukannya dari puncak gunung Santri seban dari tempat ini mudah baginya untuk melihat kearah laut lepas, dapat melihat kapal yang datang dan pergi dari bojonegara dan juga dapat berkomunikasi dengan Pulo kalih dan menara Banten. Ki Jagabaya atau Ki Jaga laut menggunakan isyarat – isyarat bahaya dengan cara sebagai berikut :
Apabila bahaya terjadi disiang hari mereka menggunakan sinar matahari yang dipantulkan melalui cermin.
Apabila bahaya terjadi malam hari mereka menggunakan isyarat kobaran api unggun. Semua itu dilakukan dari puncak gunung santri dan dapat dipantau dari Pulo kalih dan Menara Banten.
Saat usianya menjelang senja, Ki Patih Nurbaya menyadari tentang pentingnya kaderisasi atau generasi penerus. Beliau berniat menurunkan ilmunya terutama ketangkasan khusus yaitu ilmu beladiri ” Pencak Silat Banten” yang disebutnya ” Bandrong” , ilmu itu secara khusus diturunkan kepada putra Sultan Maulana Hasanudin, selanjutnya para punggawa dan prajurit serta murid – muridnya yang berada di pulo kalih dan Gudang batu waringin kurung.
Selanjutnya pendidikan ketangkasan dan kedigjayaan itu dipusatkan di pulo kalih dan dibina langsung oleh kedua kakak beradik Ki Sarap dan Ki Ragil. Disanalah mereka berdua menghabiskan masa tuanya, kemudian setelah dipanggil menghadap Tuhan Nya, mereka berdua dimakamkan di pemakaman umum di daerah Kahal wilayah kecamatan bojonegara. Hingga sekarang tempat itu dikenal dengan sebutan ” MAKAM KI KAHAL” dan alhamdulillah sampai sekarang banyak masyarakat yang datang mengziarahinya terutama para pesilat Bandrong yang saat ini sudah menyebar di lima propinsi di indonesia.
Asal Usul nama Silat Bandrong
Mengingat kesetiaan masyarakat di kawasan gunung santri, Gudang batu, dan Pulo kalih terhadap Kesultanan Banten, maka diresmikanlah Bojonegara artinya Bojone Negara ( istri negara ). Sedangkan silat asli banten diberi nama BANDRONG, diambil dari nama jenis ikan terbang yang sangat gesit dan dapat melompat tinggi, jauh, atau dapat menyerang kerang dengan moncongnya yang sangat panjang dan bergerigi tajam sekali, sehingga ia merupakan ikan yang sangat berbahaya, sekali serang dapat membinasakan musuhnya. Ki Patih Jaga laut atau patih yang selalu melanglang buana menjaga laut, sangat menyukai dan sering memperhatikan ikan tangkas gesit ini dan juga jangkauan lompatan jarak jauhnya dan hal itu benar – benar mempesonanya. Sehingga akhirnya beliau mengambil nama ikan itu untuk memberi nama ilmu ketangkasan beladiri yang dimilikinya dengan nama ” PENCAK SILAT BANDRONG” karena tangkas dan gesit serta berbahaya seperti ikan Bandrong.
JURUS DASAR PADA SILAT BANDRONG
JURUS PILIS
JURUS CATROK
JURUS TOTOG
JURUS SELIWA
JURUS GEBRAG
JURUS KURUNG
Gerakan dasar langkah silat Bandrong
Geleng / gilingCawukWiyak
Rawus
Rambet
Pentil
Keprak
Sendok
Jingjing
Colok
Badug
Tejeh
Pukul
Depok
Goco SentakSabetSepak
Dupak
Dedeg
Bulang baling
Gendong
Gedog
Gunting
Sapu
Sangsut
Gedrig


Sumber dari:
  https://pusatbeladiri.wordpress.com/2012/06/18/sejarah-pencak-silat-bandrong/#

Rabu, 20 Juni 2018

Pendaftaran anggota PPSB CGC

  Assalamualaikum warahmatullahi wabarokaatuh.
 Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya maka dibulan Syawal ini kembali kami membuka pendaftaran peserta baru untuk mengikuti dan mempelajari silat tradisional dari tanah Betawi,tepatnya silat kampung Rawa Belong yang dikenal dengan nama silat "CINGKRIG"
 Kami dari Perguruan Pencak Silat Betawi Cingkrig Gerak Cipta dengan tangan terbuka dan hati ikhlas siap mengajarkan keilmuan yang kami miliki yaitu maen pukul(silat) cingkrig yang kami pelajari serta mendapat ijazah dari guru kami Babe Amri H Abbas.
 Kepada para peminat silat aliran cingkrig yang mau bergabung dengan perguruan kami silahkan untuk datang langsung ke sekretariat perguruan kami di jl.Yakub no.1 rt.007 rw.08 kelurahan Sukabumi Utara kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat 11540 atau hubungi : 0838-7032-0884 (Abay).
 Terima kasih.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh.

Balyah M Shidiq

Jumat, 08 September 2017

Sekelumit tentang silat MERPATI PUTIH



Tulisan ini dicopy dari
http://silatmerpatiputih.blogspot.co.id/2009/08/sejarah-merpati-putih.html 
tanpa diedit.Mudah-mudahan bermanfaat.
Terima kasih
Abay CGC.

  Seni Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih yang organisasinya terbentuk pada tanggal 2 april 1963 di Yogyakarta, merupakan nilai budaya bangsa Indonesia yang diturunkan oleh Sang Guru Saring Hadi Purnomo kepada kedua putranya yaitu Poerwoto Hadi Purnomo dan Budi Santoso Hadi Purnomo (Alm). Dalam rangka pengembangannya, seni beladiri ini didasarkan atas empat sikap, watak dan perilaku sebagaimana yang diamanatkan oleh Sang Guru yaitu : welas asih, percaya diri sendiri, keserasian dan keselarasan dalam penampilan sehari-hari, dan yang terakhir menghayati dan mengamalkan sikap itu agar menimbulkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa, dan kesemuanya itu dilengkapi dengan falsafah dari perguruan yaitu MERsudi PAtitising TIndak PUsakane TItising Hening (Mencari sampai mendapatkan tindakan yang benar dengan ketenangan) yang kemudian disingkat menjadi MERPATI PUTIH. Gambaran awal dari perjalanan dari keilmuan dan perkembangan perguruan berasal dari Keraton Mataram lama di Kartosuro yang berasal dari seorang wanita bangsawan yaitu Nyi Ageng Joyorejoso yang kemudian mempunyai tiga orang putra yaitu Gagak Handoko, Gagak Samudero, dan Gagak Seto masuk dalam Grat IV. Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro. Grat I : BPH Adiwidjojo Grat II : PH Singosari: BPH Adiwidjojo Grat III : RA Djojorejoso – Ing Wadas Grat IV : RM Rekso Widjojo – Ing Baledono Grat V : R Bongso Permono – Ing Ngulakan Wates Grat VI : RM Wongso Widjojo – Ing Ngulakan Wates Grat VII : R Saring Siswo Hardjono – Ing Ngulakan Grat I, mempunyai saudara BP Amangkurat Amral Grat III, membuat jalan Margoyoso, dalam legenda menjadi Demang Margoyoso Grat IV, mendirikan perguruan yang pelaksanaannya dikembangkan oleh 3 orang puteranya atau keturunannya yaitu : Gagak Handoko, mendirikan perguruan di gunug Jeruk (Pegunungan Manoreh). Gagak Samudero, mendirikan perguruan di daerah Bagelan, yang akhirnya pindah ke daerah utara Pulau Jawa. Gagak Seto, mendirikan perguruan di daerah Magelang (Pulau Jawa Bagian Tengah). Gagak Handoko mengembara ke dareh timur Pulau Jawa melalui pantai selatan sehingga sampai di daerah gunung Kelud dengan tujuan mempelajari dan mengetahui keadaan daerah itu, disamping sambil mencari dua saudaranya yang terpisah. Di dalam pengembaraannya beliau menyamar sebagai Ki Bagus Kerto. Sebelum beliau mengembara, perguruan Gagak Handoko yang didirikan di Gunung Jeruk telah berkembang dengan cepat. Beliau sadar akan usianya yang semakin tua. Beliau memberi mandat penuh dan amanat pada keturunannya yang pada silsilah termasuk dalam Grat V, yaitu R Bongso Permono Ing Ngulakan Wates. Setelah Gagak Handoko menyerahkan tampuk kepemimpinan perguruan, beliau lalu menyepi (bertapa) mencari kesempurnaan hingga sampai meninggalnya di Gunung Jeruk. Dari R. Bongso Permono kemudian diturunkan ilmunya kepada keturunannya yaitu RM. Wongso Widjojo. Beliau lalu mengikuti jejak ayahnya mencari kesempurnaan. Pada masa kepemimpinan RM. Wongso Widjojo, oleh karena beliau tidak mempunyai keturunan, maka beliau mengambil murid yang kebetulan dalam keluarga masih ada hubungan cucu, yang bernama R. Sarengat Siswo Hardjono (Sarengat Hadi Poenomo), yang termasuk dalam garis keturunan VII (Grat VII). Perlu diketahui bahwa ajaran tersebut belum lengkap, maka beliau tidak segera mengembangkan /mengajarkan pada keturunannya, akan tetapi berusaha keras menelaah dan menjabarkan ilmu tersebut menuangkan dalam gerak silat dan tenaga yang tersimpan yang ada di naluri suci. Tidak berhenti disitu saja, beliau juga mencari kelengkapannya, yaitu dari ajaran Gagak Samudero dan Gagak Seto. Akan tetapi beliau belum berhasil juga menemukan langsung, hanya naluri beliau, bahwa dua aliran yang mempunyai materi yang sama tersebut mengembangkan ilmu di daerah pantai utara Pulau Jawa. Hasil dari pengembangan ilmunya itu lalu diturunkan kepada kedua putranya (2 orang kakak beradik) yang bernama Poerwoto Hadi Poernomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Bud). Sekitar tahun 1960 R Sarengat Hadi Poernomo aktif membina putranya untuk menguasai beladiri Mataram ini yang dinamakan Merpati Putih. Pada tahun 1962 kedua putera R. Sarengat Hadi Poernomo mendapat amanat dari Sang Guru, yang sekaligus ayahnya, agar ilmu beladiri yang sebelumnya milik keluarga tersebut disebarluaskan kepada umum demi kepentingan bangsa. Sejak saat itu beladiri Mataram yang kita kenal dengan Merpati Putih dikenal oleh Masyarakat berkat usaha keras dan tekun dari kedua putera Sang Guru. Dalam menyampaikan latihan Sang Guru tidak segan-segasn turun langsung dan memberi wejangan yang pada dasarnya untuk membangkitkan gairah dan perkembangan Merpati Putih. Tahun 1968 kedua putera Sang Guru sebagai pucuk pimpinan menjadi motor untuk mengembangkan sayapnya, yaitu dengan dibukanya cabang pertama di Madiun, Jawa Timur. Selanjutnya pihak militer juga ditembus. Dari hasil peragaannya, Merpati Putih mendapat kehormatan untuk melatih anggota Seksi I Korem 072 dan Anggota Batalyon 403/Diponegoro di Yogyakarta. Tahun 1973 melalui perkenalan-perkenalan sebelumnya dengan pihak AKABRI, Merpati Putih mendapat undangan untuk diadakan penelitian dari segi-segi yang menyangkut metode latihan. Penelitian di bagian AKABRI Udara ini ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dari Fakultas Kedokteran UGM, antara lain Prof. Dr. Achmad Muhammad. Hasilnya menggembirakan, dan ini mendorong pengembangan wawasan yang lebih luas bagi Merpati Putih. Di Jakarta tahun 1976, setelah berhasil melakukan pendekatan, Merpati Putih mendapat kehormatan untuk melatih para Anggota Pasukan Pengawal Presiden. Tahun 1977 Komisariat Jakarta dibentuk, dan pada tahun ini pula Merpati Putih mendapat peluang untuk melatih pasukan Koppasandha (RPKAD) di Cijantung sampai mereka sanggup memperagakan keahlian mereka pada acara peringatan HUT ABRI 5 Oktober 1978. Pada awal hijrahnya Mas Poeng dan Mas Bud ke Jakarta sejak Maret 1976, dengan membina Pasukan Pengawal Presiden dan Koppasandha, maka secara mendadak pula membina pelajar/mahasiswa di Jakarta. Dengan kondisi tersebut perguruan merasa kedodoran, terutama dalam menyiapkan kader pelatih dan masalah keorganisasian serta metode pendidikan dan latihan. Oleh sebab itu sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1985, perguruan melakukan pembinaan secara terus menerus ke dalam, guna persiapan menghadapi perkembangan perguruan yang animo dan keinginan masyarakat begitu besar terhadap Merpati Putih. Persiapan tidak hanya diarahkan pada penyedian kader pelatih saja, namun kesiapan metode dan program yang teruji pun menjadi garapan perguruan. Sejak tahun 1973, penelitian dengan nama SETA (Sehat dan Tangkas) yang dilakukan bekerjasama dengan AKABRI Bagian Udara dan UGM. Uji coba dan penelitian terus dilakukan pada kegiatan-kegiatan sejenis, seperti kerjasama perguruan dengan Kobangdiklat/Pusjasmil TNI AD di Cimahi tahun 1984, kerjasama dengan rumah sakit Pertamina di Jakarta tahun 1984, bekerjasama dengan YON II 203/Arya Kemuning tahun 1985, bekerjasama dengan UPT Lab Uji Konstruksi BPPT Serpong Tangerang tahun 1986. Dengan persipan perguruan, baik dari segi organisasi maupun keilmuan, maka selanjutnya dari tahun ke tahun Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih berkembang keseluruh pelosok tanah air. Data terakhir yang diperoleh telah terbentuk 62 cabang dan 3 cabang diantarannya di luar negeri. Kendati perkembangan perguruan meliputi aspek beladiri dan olahraga berkembang cukup pesat, namun perguruan tetap mencoba menyentuh aspek sosial, yakni melalui Yayasan Merpati Putih Abadi membuat dan melaksanakan suatu program pembinaan bagi tuna netra sejak tahun 1989. Program ini mendapat simpati dari pihak pemerintah dan masyarakat luas, sehingga dalam perkembangannya sudah dibentuk beberapa pusat/sentral pembinaan Merpati Putih di beberapa cabangnya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa Perguruan Pencak Silat Bela Diri Tangan Kosong Merpati Putih mendapat tempat diberbagai kalangan sebagai salah satu aset kebudayaan bangsa yang patut dibanggakan dengan tidak menghilanglan jatidirinya sebagai perguruan pencak silat dengan bernaung dibawah bendera IPSI.

Sumber : http://silatmerpatiputih.blogspot.co.id/2009/08/sejarah-merpati-putih.html

Kamis, 08 Juni 2017

SEJARAH KEBUDAYAAN PENCA BAGIAN II

Assalamualaikum wr wb
Salam sejahtera untuk kita semua
Berjumpa kembali dengan postingan kami kali ini yang berisi tentang SEJARAH KEBUDAYAAN PENCA BAGIAN II.Tulisan ini merupakan lanjutan tulisan sebelumnya yang berjudul SEJARAH KEBUDAYAAN PENCA BAGIAN I
 Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita semua.aamiin.




SEJARAH KEBUDAYAAN PENCA BAG.2

Oleh Deni Priyatin pada 25 Oktober 2013 pukul 17:32


3. Sabandar.

Yang memiliki penca Sabandar yaitu namanya Muhammad Kosim, tinggalnya di kampung Sabandar Cianjur.

Beliau masih berasal dari pagar Ruyung, jadi dengan BangMadi masih satu kampung halaman, hanya tidak bersamaan saja pada saat pergi meninggalkanPagar Ruyung. Bang Madi lebih dulu.
Mengapa dikenal dengan Ama Sabandar, sebab beliau adalah orangyang dituakan, bukan hanya oleh orang Sabandar saja, namun oleh hampir semuaorang Cianjur, disebabkan baik budi perangainya, dan hampir semua orang punmemanggilnya Ama saja.

Penca Sabandar dengan Cikalong jika dilihat sekilas hampir sama,karena yang membawanya juga sama sama berasal dari Pagar Ruyung, hanya bedasedikit sedikit saja, sementara dari segi “tangtungan” (kuda kuda) dan Pasanganhampir tidak ada bedanya.

Lantas dari segi apa bedanya….?

Di sini tidak bisa diperlihatkan dengan sekedar tulisan,sebab tidak akan terlalu jelas, harus praktek dulu, dijalani (belajar) keduaduanya, baru bisa membedakan yang sebenarnya.

Murid Ama Sabandar yang pernah belajar kepada beliauterhitung banyak, sebab siapa saja yang bermaksud belajar kepada beliau diterima, hanya saja dalam mengajarnya “bengis”, seperti yang diambil “bosan”nya,mau ya sukur tidak terserah. Itulah sebabnya mengapa murid muridnya langka yangtamat belajarnya, sebab keburu bosan. Namun meskipun begitu jika ada murid yangterlihat Khusyu’ belajarnya, dan adat istiadatnya bagus, punya bakat selalu maumengalah, dalam mengajarnya sering diteruskan dengan rahasia rahasianya, namuntidak banyak murid murid beliau yang dipercaya begitu, hanya satu dua saja.

Sebelumnya Ama Sabandar datang ke Cianjur, dahulu pernah berkisah,yang menurut dongeng beliau seperti ini:

“Ama berasal dari Pagar Ruyung, hoby dari kecil bermain perahudi Sungai Batang Hari. Setelah dewasa  bermain perahu  semakin jauh, terkadang sampai ke muara sungaiBatang Hari, menumpang dengan yang mengangkut barang untuk dimuatkan ke kapal.Di kapal Ama sangat senang melihat Matros matros (ABK) yang sedang bekerja,sehingga akhirnya berbicara kepada Kapten ingin diterima menjadi Matros, serta kebetulan sekali diterima. Semenjakitu Ama menjadi Matros , serta sering berlayar ke pulau pulau di tanah Hindia.

Pada Satu waktu kapal berlayar ke Palembang, dari Palembangterdapat kurang lebih 30 orang yang menumpang, maksudnya hendak ke Banjarmasin.Sewaktu berlayar dekat pulau Belitung kurang lebih pukul 9 malam, diantara parapenumpang tersebut, rupanya terdapat kepalanya berbicara kepada teman temannyayang lain, ujarnya : “ Hey, kita bermain sambil menunggu waktu tidur, cobadiantara rekan rekan kita  siapa yangyang bisa menusukkan keris ini kepada ku; Jika kena atau mencelakai, aku beriupah 100 ringgit, nih duitnya, nih kerisnya.” Sambil melemparkannya ke hadapan rekanrekannya. Ketika itu Ama sedang tiduran istirahat di Palkah atas, mendengar adayang berbicara begitu, apalagi di beri upah 100 ringgit begitu, Ama merasatertarik, kemudian turun, sambil berkata bahwa Ama sanggup  mencelakai orang tersebut. Tapi orang tersebutberkata :
“ Ah bukan sama kamu, aku hanya kepada rekan rekanku.”

Akhirnya Ama tidak jadi, kemudian kembali ke atas palkahmaksudnya untuk beristirahat kembali.
Ketika Ama sedang beristirahat di Palkah atas, si Kepalaorang Palembang lantas berkata lagi kepada rekan rekannya, ujarnya : “Jikabukan di kapal dan bukan matros, mungkin di hajar; cukup bagiku untuk melawan 2sampai 3 orang sepantaran begitu.” Mendengar omongan seperti itu Ama tak tahan,terus ganti berpakaian biasa, turun menghampiri orang Palembang tersebut, Kata Amasambil menginjak sekantung uang yang tadi dilemparkan; “ Sekarang bukan kamuyang ditusuk, tapi aku sama kamu; jika kamu tidak bisa menusukku, uang initidak akan dikembalikan sama kamu.”
Si Kepala orang Palembang tersebut secepat kilat mengambilkerisnya dan menusukkannya kepada Ama, namun oleh Ama selalu dihindari hinggadia kelelahan, kemudian setelah kelelahan menyerang Ama dengan tusukankerisnya, selanjutnya keris itu direbut oleh Ama, dilemparkan ke tempat yangjauh. Setelah kerisnya dilempar, Dia menubruk kepada Ama sambil mengambil uang yangAma injak; oleh Ama di pegang kepalanya, diadukan dengan lutut kaki yang sedangmenginjak uang; saking kerasnya dia menubruk dibantu dengan tenaga kejut(nyentok), kepalanya di adukan dengan lutut, hingga mukanya penyok melesak kedalamlutut Ama, serta meninggal seketika.

Rekan rekannya ricuh langsung mengeroyok Ama, hanya saja Amakeburu loncat ke atas palkah kapal, serta uang yang 100 ringgit dibawa,menurunkan sekoci, di ikuti dengan meloncat ke atas sekoci terus didayung kaburse jauh jauhnya.

Dikarenakan Gelap, Ama tidak tertangkap, besoknya menepi kepesisir bawahan Lampung, dari Lampung terus kabur ke Batawi. Di Batawi usaha dibidang Jual Kuda, uang yang 100 ringgit dipakai modal, karena uang yang takjelas, di pakai usaha juga bukannya untung malahan habis.
Ama kemudian pergi lagi dari Batawi berniat untuk mengembarakemana saja kaki melangkah, akhirnya sampai ke sini (ke Cianjur).

Disini Ama menemukan jodoh, memiliki rumah di kampung Sabandar,serta punya perusahaan memproduksi dan berdagang ‘Kue Cara” ; berkah pun agakberjodoh dengan usaha tersebut, buktinya bisa hidup seperti ini, selain itubisa memberi dan membuat kebaikan untuk tetangga.
Diantara tetangga Ama ada satu tukang penca, namanya AtengKadri, asal orang Jatinagara. Beliau sering main ke rumah Ama mengajak bermainmain bersambung (penca), sebab di sangka Ama orang betawi, tentu bisa penca.Awalnya oleh Ama tidak digubris, hanya beliau terus datang lagi datang lagimengajak tandingan.

Dikarenakan dengan Ama sudah lama akrab, ya satu waktu diladeni saja. Kejadiannya beliau tidak kuat, tidak bisa masuk kepada Ama.Akhirnya terus berguru kepada Ama. Setelah beberapa waktu, datang silihberganti yang lainnya hendak berguru kepada Ama seperti : Juragan Rd. H. MoehAmadMoesa, Juragan Rd. H Moehamad Enoh (ayahnya Juragan Hoofd-Penghulu Cianjur yangkeduanya telah menerima pengajaran dari Juragan H. Ibrahim, maksudnya bergurukembali kepada Ama, supaya tambah ilmu mengenai urusan penca).

Selain itu masih banyak para priyayi di Cianjur yang inginberguru kepada Ama. Hanya saja tidak diterima semua, yang terlihat berperangaidan tingkah lakunya tidak berkenan di hati Ama, tidak diladeni.”

Begitulah ringkasnya perkataan Ama Sabandar dalammenceritakan kisahnya.

Diceritakan pada jaman itu di Cianjur terdapat Guru Tarekatyang termasyhur, dikenal dengan Ajengan Cirata. Banyak kiayi kiayi yang bergurutarekat kepada beliau, bahkan Ama Sabandar juga ikut berguru, serta termasukkepada santri yang paling setia. Ajengan Cirata beserta kiayi kiayi yanglainnya pada berguru penca kepada Ama Sabandar, sejak itulah di Cianjur banyaksekali kiayi kiayi yang bisa dengan penca Sabandar.

Dimana terdapat kampung yang kurang Aman oleh Ajengan Ciratadidirikan Pesantren, hingga kampung tersebut Aman, tidak ada penjahatpenjahat  dikarenakan takut kepadanya. Lamakelamaan Ajengan Cirata pindah ke Purwakarta, bahkan Ama Sabandar juga turutserta pindah ke Purwakarta. Di Purwakarta Ama Sabandar mengajarkan Penca, hanyasangat lah selektif dikarenakan menurutnya pada masa itu di purwakarta kurangbegitu Aman. Murid murid di Purwakarta yang telah di sebut piawai yaitu Rd.Abdurrahman dikenal Rd. Abu, Rd Natapura dengan Rd Djenal, waktu itu PenghuluNaib Sindangkasih (Purwakarta).

Pada waktu itu Kanjeng Dalem Purwakarta Sedang hoby denganberburu, terutamanya berburu harimau, pawang penangkapnya yaitu Ama Sabandar.Pada waktu itu Ama Sabandar sering ditandingkan dengan hariAmau tersebut.Istrinya Ama Sabandar yang di Purwakarta wafat, beliau memiliki isteri lagikepada orang Wanayasa, yaitu Kakaknya Rd. Sasmita dikenal Ama Agen, bahkan  beliau pun tinggal di Wanayasa saja, hinggawafatnya tahun 1886, serta tidak memiliki anak sama sekali.

Ketika Ama Sabandar di Purwakarta, ada satu kejadian orangBugis makasar yang mengamuk lantaran cemburu.

Karena mengamuk didalam rumah serta mengunci diri, maksudnyayang pertAma kali hendak dicelakai lebih dulu adalah isterinya sendiri, bahkanketika itu sedang menjerit jerit karena di ikat terlebih dahulu oleh orangBugis tersebut.

Tangan kanan Orang Bugis tersebut memegang gobang, gagangnyadiikatkan pada pergelangan tangan dengan tali, supaya tidak lepas seumpAmadirebut orang lain, sedang tangan yang kiri memegang tumbak, itu pun diikatkanpada pergelangan tangannya.

Tentu saja orang orang sekampung rebut laporan kepadapemerintah, bahwa ada yang mengamuk. Secepatnya di datangi oleh para ponggawayang hendak menangkapnya.

Ketika datang tidak bisa masuk, sebab dikunci lagi pulatidak ada yang berani memasukinya, dari melihat (diintip dari sela sela dindingbilik) di rumahnya sedang bersiap siap menunggu yang masuk hendak dibinasakan. Akhirnya Kanjeng Dalem memerintahkankepada Ama Sabandar, supaya orang Bugis tersebut di tangkap, itu pun seandainyabisa  di tangkap hidup hidup.

Ama Sabandar merasa keberatan jika orang bugis tersebutharus ditangkap hidup hidup, hanya menyanggupi bagaimana buktinya nanti.

Karena rumahnya dikunci, Ama Sabandar masuk memalui dapur,dengan membuka bilahan bambu penguat sisi dinding bilik selanjutnya masuk,kemudian untuk menjaga apabila yang sedang mengamuk tersebut keluar, bilah bambutersebut diperintahkan untuk dipaku kembali supaya dinding bilik tersebuttertutup rapat kembali.

Di dapur selanjutnya Ama sabandar menyalakan perapian, yangdimaksud supaya orang bugis tersebut menghampiri dan menyerang kepada beliau;Beliau meniup perapian dengan songsong (batang bambu bolong untuk meniupperapian) dengan kencang sehingga suaranya terdengar nyaring, tujuannya supayaterdengar oleh orang Bugis tersebut.

Tatkala mendengar Ada orang dan suara tiupan melalui songsong(batang bambu bolong untuk meniup perapian), orang Bugis tersebut muncul didapur, Ama Sabandar disabet oleh gobang kemudian ditusuk oleh tumbak daribelakang, sebab pada saat itu Ama Sabandar sedang membelakangi.

Oleh Ama Sabandar di tepiskan gobang beserta tombaknya. Sehinggabadan Orang Bugis menjadi menempel memeluk di punggung Ama Sabandar, sedang kepalanyaberada di atas pundak Beliau.
Saking cepatnya gerakan Ama Sabandar, saat itu juga orangbugis tersebut kepalanya di putar hingga wajahnya terbalik ke belakang. Setelahmati kemudian di serahkan kepada politie.
Pada Waktu itu Juragan H. Ibrahim masih muda, begitu juga AmaSabandar belum datang ke tanah Cianjur.

Diceritakan di Onderdenning Kasomalang (Subang : Pent) kirakira perjalanan setengah hari dari Wanayasa, tuan Tanahnya Suka memelihara sapiperah. Pada waktu itu tuan tanah seringkali merasa jengkel karena tiap malamseringkali ada harimau lodaya yang menerkam sapinya. Pada suatu hari, pagipagi waktu pegawai tuan tanah tersebut hendak memerah sapi, ada harimau lodayamasuk ke dalam kandang sapi, kemudian menerkam anak sapi dengan tanpamenghiraukan orang orang yang berada di sana.

Harimau itu kemudian membawa anak sapi tersebut menuju “Sedong” yang berada pada satu “parigi” di sisi tegalan tempat penggembalaan.

Si Bujang tukang perah tersebut kemudian lapor bahwa adakejadian seperti itu kepada majikannya, seterusnya majikannya kemudianmengumpulkan orang orang untuk mengepung harimau tersebut, sambali membawaberbagai senjata, ada yang membawa tumbak, ada yang membawa bedil (senapan),namun harimau tersebut tidak mau keluar, diam saja dalam “sedong” sambilmenerkam anak sapi tadi.

Tuan tanah berteriak memerintahkan untuk mendekati “sedong”namun tidak ada satu pun yang berani, mengingat harimau yang begitu besarnyadan terlihat nekat.

Tuan tanah merasa bingung, kemudian membuat sayembara,baarangsiapa yang bisa merobohkan harimau tersebut akan diberi imbalan 10ringgit beserta seperangkat pakaian, namun semua yang berada di sana tidak adasatu pun yang berani.

Dikisahkan ada seseorang yang memberitahu tuan tanah bahwadi Wanayasa ada seorang Pawang yang seringkali di tandingkan dengan Harimau,namanya Ama Sabandar.
Saat itu juga Tuan tanah tersebut memerintah untukmengundang Ama Sabandar dengan menggunakan kuda.

Pada waktu itu yang hendak di undang sedang jalan jalan dipekarangan rumahnya, Menggunakan sarung, berpakaian baju takwa model kebaya.
Tatkala Ama Sabandar mendengar permintaan Juragan Tuan Tanahtadi, tidak perlu masuk rumah dulu, sebab harus berangkat saat itu juga,kemudian langsung naik menunggangi kuda di pacu menuju ke Kasomalang.

Sesampainya di Kasomalang kemudian menemui Tuan tanah, sertasetelah berembug perkara upah dan memeriksakan hal ini dan itu, Ama Sabandarberangkat ke tempat hariamau berada, hanya saja sebelum bertindak beliaumemastikan dahulu barangkali Tuan tanah tersebut memiliki Tombak.
Ujar Tuan tanah : “Ada, tapi kecil”
Ujar Ama Sabandar : “ tidak mengapa, kecil juga”
Selanjutnya Tombak diambil oleh beliau.

Ketika datang ke tempat harimau berada, kemudian melihatlihat, namun tidak Nampak terlihat; beliau merasa curiga, kalau kalau harimautadi menyerang membokongi, akhirnya loncat ke sebelah sisi parit seberangsedong tempat persembunyian harimau tadi. Oleh beliau terlihat harimau di dalamsedong, kemudian di tepuki sambil melambai lambaikan tangan. Harimau merasaterganggu, kemudian muncul dari dalam sedong sambil mengaum, serta bersiap siaphendak menerkam musuhnya.

Oleh Ama Sabandar terus di soraki, sambil bertepuk tepuktangan, yang dimaksud supaya harimau loncat menerkam dirinya, namun harimautersebut enggan, bahkan hanya menyeringai memperlihatkan taring dan giginya.

Karena harimau tersebut enggan untuk menerkam, selanjutnyaoleh beliau dilempar dengan tombak; tombak oleh harimau tersebut ditangkis,terlempar kembali ke hadapan Ama Sabandar, dengan kondisi bagian yang tajamsudah bengkok.

Ama Sabandar merasa jengkel, kemudian beliau meloncat hendakke sisi sebelah lain mendekati harimau tersebut, namun ketika baru sajameloncat, harimau tersebut langsung menyambutnya dengan terkaman, hinggaditengah tengah parit berhadapan. Oleh Ama Sabandar terlihat sekilas bagianperut harimau yang berwarna putih, tidak tanggung tanggung secara tiba tibalangsung di tending.

Saking kerasnya tendangan harimau terlempar kembali lagi ketempat asal, beliau juga terlempar kembali ke tempat semula.

Harimau menyeringai, Oleh Ama Sabandar kembali di sorakidengan bertepuk tepuk sambil melambai lambaikan tangan, namun enggan untukmenerkam lagi, dari sana kemudian beliau meloncat mendekati harimau; yangdihampiri menerkam namun dihindari dengan elakan oleh beliau, di tangkapekornya, kemudian di putar putar selanjutnya dilemparkan ke tegalan, di susulkembali oleh beliau.
Sesampainya di tegalan harimau menerkam kembali, oleh beliaudibuang (digiwarkeun) serta di tangkap paha belakangnya. Harimau mencakar kebelakang, oleh beliau di sodorkan paha sebelah kanan, tentu saja cakaran taimengenai pahanya sendiri, mencakar ke sebelah kiri, di sodorkan paha sebelahkanan, tentu saja senjata makan tuan.

Setelah agak lama di permainkan, kemudian harimau tersebutdi dorong ke depan, serta saking kerasnya yang mendorong harimau itu laksanakucing yang tak berdaya, hingga mengelinding laksana bola.

Harimau semakin geram, kemudian menerkam lagi, oleh Amasabandar di tangkap moncong sebelah bawah, kebetulan sebelah yang kosong tidakbergigi, kemudian dipermainkan kembali. Harimau mencakar ke depan kemudian dicentok (dikejut) moncongnya ke bawah, tentu saja maung tersungkur ke bawah,tidak jadi mencakar lantaran keburu merasakan sakit. Sedang kepalanya hendakberadu dengan tanah, hal ini berlangsung terus menerus beberapa lama.
Diceritakan, orang orang yang mengelilingi menyaksikan,merasa tidak sabar saking ketakutannya, khawatir seandainya harimau tersebutlepas, kemudian mengamuk kepada orang orang yang berada di sana. Diantara orangorang yang menyaksikan peristiwa tersebut ada yang berteriak :” Jangan dipermainkan..!” apakah tidak tahu itu harimau..!!! bukan kucing…!!! Cepat bunuhh!!!.

Oleh Ama Sabandar terdengar, selanjutnya kepala harimaulangsung di pukul sambil membacakan : “ Hadir ya Ali…!!!!.”

Prakkk!!!! Kepala harimau tersebut remuk , isi otaknyamuncrat, seketika terbujur menjadi bangkai.
Diiringi dengan sorakan orang orang. Ama Sabandar di angkatdi elu elukan dihadapkan kepada Tuan Tanah tadi.

Oleh Tuan Tanah di beri ucapan terima kasih sambil di berihadiah uang 10 ringgit, satu stel pakaian, seekor kuda untuk dgunakan beliaupulang ke Wanayasa.

Penyebarannya

Penca Sabandar menyebarnya di Cianjur, jadi di Cianjur susah dibedakan mana penca Cikalong, dengan mana Penca Sabandar, sebab masih sebulu (satu rumpun).  Hanya dalam jurusnya apabila belajar dengan rupa rupa penca kemudian di teliti satu persatunya baru akan ketemu, ini Sabandar, Ini Cikalong, ini Cimande.

Sabandar dalam sikap pasang hampir seperti tidak sedang melakukan pasang, seperti yang berdiri biasa saja, atau ada juga yang pasang serong,sebab sebagian besar serong.

Ama Sabandar dalam mengajarnya tidap pernah sama, mengukurbagaimana orangnya saja.
Jika orangnya berbadan kecil, diberi yang baris (langkah)pelit, sedang yang besar diberi yang seimbang dengan besarnya.

Di purwakarta dan di Wanayasa hampir hilang, hanya pencaSabandar tahu, rupanya di dua tempat tersebut tidak begitu terlalu suka atautidak diberikan oleh Ama Sabandar, dengan pertimbangan kurang perlu, sebab manamungkin jika tidak mau belajar.

Begitu juga muridnya yang terhitung bisa di Wanayasa. AmaWekling, kesini kesininya Juragan Sutawijaya dengan Ama Agen, tidak menyebarkanlagi, hanya sekedar untuk sendiri saja.
Sebisa mungkin yang diharapkan Penca Sabandar ini semakinmaju, jangan berkurang, seperti Cikalong dengan Cimande.

Namun sejatinya penca yang berasal dari Cianjur sekarang,Cikalong dicampur Sabandar, hanya saja yang belajar maupun yang mengajarnyajuga tidak mengetahui, mana jalan Cikalong dengan mana Sabandar.

Sebab yang mengajar Sebagian besar anak anak muda.

Jangan kaget jika kita belajar dari orang Cianjur, Cikalong,Bandung, namanya sama, namun pada prakteknya bermacam macam; itu tiada lainkarena sudah bercampur aduknya Cikalong dengan Sabandar.

Pendek kata sumber mata airnya penca itu adalah tanah Cianjur.

Oleh sebab itu sering terkenal dengan istilah nama tempatnya,yang oleh anak anak muda sering disebut “Cianjuran”

Yang menyebutkan penca apa saja, tidak masalah, yang pentingasal penca yang menggunakan rasa dengan gerak, itu asalnya dari tanah Cianjur,ke sana nya dari Pagar Ruyung Sumatera Tengah.

Orang tanah Cianjur, sering benar benar (junun, profesional) dalam segalahalnya, dalam hal kepintarannya unggul, maupun dalam hal bodohnya tidakmengerti Alif bengkok sama sekali (tidak bisa membaca). Dalam kebaikannya jadi "Holidi", Dalam Hal jahatnya tidak kepalang tanggung, dalam tembang penca, dalamsegala hal apa saja seringkali selalu sampai derajat masternya. Begitu jugasebaliknya. Itulah kenapa ada istilah Sunda “ CIANJUR KATALANJURAN”(Terlanjur).


Oleh karena itu susah mencari tanah yang segala ada sepertidi tanah Cianjur. Kita apabila lama mengembara di tanah Cianjur, sering padabertanya, coba bagaimana pencanya, ngajinya, mamaosnya (kawih), itu hampir disemua tempat sudah biasa seperti itu (sudah menjadi adat).

Pesan bagi semua yang sedang atau sudah belajar penca, jangan sampai menyimpang dari wejangan gurunya, seperti: Coba coba menantang, banyak tingkah, di jalan jalan, di tempat umum, sebab kurang bagus terlihatnya.
Biasanya bagi yang belajar penca, jika baru belajar, seringkali ingin terlihat oleh orang lain (sombong) , bahwa saya bisa penca, berani kepada siapa saja, kecuali gurunya, bahkan sudah merasa cukup punya ilmu. Hal ini perlu di jaga sekali, sebab akan tidak akan sampai mahir dalam belajar terus.

Adapun perkara ilmu penca tidak akan pernah selesai, hanya akan selesai dengan mati,  orang akan selamanya belajar saja.

Jika seseorang telah memiliki pemahaman yang tinggi, akan menjadi sebaliknya, senantiasa hati hati dalam bersikap, jika ada apa apa gimana nantinya.

Jadi umpama kita telah belajar, kita bisa menilai, seseorang masih tingkat bawah atau baru belajar, atau telah mencapai tingkat tinggi, menurut keadaannya.

Begitu juga bagi orang yang bagus ngibingnya, itu juga tidak menjadi patokan, bahwa orang tersebut amat jago urusan pencanya. Melainkan Itu hanya sekedar bagus dalam ibingnya saja.

Oleh karena itu amat lah sulit untuk menilai seseorang mana yang pintar, dan mana yang masih tingkat bawah dalam urusan penca.

Seumpama sudah bersambung, barulah kita bisa menentukan seseorang itu lebih tinggi dari kita, seimbang, atau lebih bawah dari kita.

Pada sebagian orang yang mengerti, meskipun tingkatnya lebih atas, tidak pernah mau berusaha menjatuhkan, namun hanya sekedar di ajak bermain saja, namun kita barangkali akan mengerti dan terasakan, bahwa orang ini tingkatannya lebih tinggi, sebab semua kekuatan dan serangan kita tertutup, tidak bisa masuk, tentu saja orang tersebut jangan dianggap seimbang kemampuannya dengan kita.

Bagi orang yang suka ngibing penca, di minta kepada yang menyukai dengan ibing penca dalam hal pakaiannya, dalam ngibing sebisa mungkin jangan merobah ciri khas sunda (kasundaan), namun harus berdasarkan yang semestinya pakaian ki sunda tulen, sebab dari jaman dulu juga tradisi sunda (ki Sunda) begitu, hanya tidak boleh memakai potongan, atau celana komprang pada waktu ngibing.

Pada khaulan jaman dahulu biasanya yaitu

Baju kampret putih yang bersih, celana sontog, atau celana pendek sampai lutut, udeng, dengan samping tenun di lilitkan sebagai sabuk di pinggang, di dalam atau di luar baju tidak masalah.

Supaya tidak keliru bagi yang sedang belajar, berikut dijelaskan pakaian pakaian yang biasa di pakai untuk penca.

Kuntau : Baju hitam (tuwikim), celana komprang hitam, dikerepus cara batok hitam, sepatu tiongkok.
Dikarenakan kerepus cara batok, di pulau jawa tidak ada, akhirnya diganti oleh sapu tangan (diteregos).
Dandanan seperti ini hampir oleh semua generasi sunda yang belum tahu, dipakai pada waktu ngibing penca, rupanya amat diperlukan sekali. Bedanya hanya tidak memakai sepatu tiongkok saja.

Disarankan bagi yang menyukai dengan penca sunda, pakaiannya juga harus sesuai, Jangan penca Cikalong, jika pakaian kuntau atau sebaliknya. Ini bukan berarti melarang, namun menurut pikiran begitu seharusnya. Rasa sunda, pakaian Sunda, Penca Sunda, Orangnya Sunda, itu semua yang harus dipikirkan oleh putra putra Sunda.

Bahkan jika belum tahu, di Batawi (tanah melayu) jika mau ngibing penca begini:

“ Pake kopiah, celana hingga lutut warna putih, baju kampret putih, samping polekat (sarung) di kalungkan di leher, menjuntai ke depan, (perlunya sarung ke depan untuk menangkap senjata yang tajam, begitulah orang melayu, kuat dengan tradisi leluhur Sunda jaman embah kahir).

Dalam hal pakaian pada pada saat ngibing, meskipun sudah disebutkan sebagian, bagi orang yang menyukainya bukan masalah, hanya saja bagusnya memang begitu, menurut pendapat para ahli juga begitu seharusnya, bahkan bila belum tahu yang disebut namanya dalam buku ini pakaiannya juga kabaya gobrah, dililit cimpo mata dam, tinun cele besar, celana sontog poleng.

Penutup

Pesan bagi semua yang sedang atau sudah belajar penca, jangan sampai menyimpang dari wejangan gurunya, seperti: Coba coba menantang, banyak tingkah, di jalan jalan, di tempat umum, sebab kurang bagus terlihatnya.
Biasanya bagi yang belajar penca, jika baru belajar, seringkali ingin terlihat oleh orang lain (sombong) , bahwa saya bisa penca, berani kepada siapa saja, kecuali gurunya, bahkan sudah merasa cukup punya ilmu. Hal ini perlu di jaga sekali, sebab tidak akan sampai mahir dalam belajar terus.

Adapun perkara ilmu penca tidak akan pernah selesai, hanya akan selesai dengan mati,  orang akan selamanya belajar saja.

Jika seseorang telah memiliki pemahaman yang tinggi, akan menjadi sebaliknya, senantiasa hati hati dalam bersikap, jika ada apa apa gimana nantinya.

Jadi umpama kita telah belajar, kita bisa menilai, seseorang masih tingkat bawah atau baru belajar, atau telah mencapai tingkat tinggi, menurut keadaannya.

Begitu juga bagi orang yang bagus ngibingnya, itu juga tidak menjadi patokan, bahwa orang tersebut amat jago urusan pencanya. Melainkan Itu hanya sekedar bagus dalam ibingnya saja.

Oleh karena itu amat lah sulit untuk menilai seseorang mana yang pintar, dan mana yang masih tingkat bawah dalam urusan penca.

Seumpama sudah bersambung, barulah kita bisa menentukan seseorang itu lebih tinggi dari kita, seimbang, atau lebih bawah dari kita.

Pada sebagian orang yang mengerti, meskipun tingkatnya lebih atas, tidak pernah mau berusaha menjatuhkan, namun hanya sekedar di ajak bermain saja, namun kita barangkali akan mengerti dan terasakan, bahwa orang ini tingkatannya lebih tinggi, sebab semua kekuatan dan serangan kita tertutup, tidak bisa masuk, tentu saja orang tersebut jangan dianggap seimbang kemampuannya dengan kita.

Bagi orang yang suka ngibing penca, di minta kepada yang menyukai dengan ibing penca dalam hal pakaiannya, dalam ngibing sebisa mungkin jangan merobah ciri khas sunda (kasundaan), namun harus berdasarkan yang semestinya pakaian ki sunda tulen, sebab dari jaman dulu juga tradisi sunda (ki Sunda) begitu, hanya tidak boleh memakai potongan, atau celana komprang pada waktu ngibing.

Pada khaulan jaman dahulu biasanya yaitu
Baju kampret putih yang bersih, celana sontog, atau celana pendek sampai lutut, udeng, dengan samping tenun di lilitkan sebagai sabuk di pinggang, di dalam atau di luar baju tidak masalah.
Supaya tidak keliru bagi yang sedang belajar, berikut dijelaskan pakaian pakaian yang biasa di pakai untuk penca.

Kuntau : Baju hitam (tuwikim), celana komprang hitam, dikerepus cara batok hitam, sepatu tiongkok.
Dikarenakan kerepus cara batok, di pulau jawa tidak ada, akhirnya diganti oleh sapu tangan (diteregos).
Dandanan seperti ini hampir oleh semua generasi sunda yang belum tahu, dipakai pada waktu ngibing penca, rupanya amat diperlukan sekali. Bedanya hanya tidak memakai sepatu tiongkok saja.

Disarankan bagi yang menyukai dengan penca sunda, pakaiannya juga harus sesuai, Jangan penca Cikalong, jika pakaian kuntau atau sebaliknya. Ini bukan berarti melarang, namun menurut pikiran begitu seharusnya. Rasa sunda, pakaian Sunda, Penca Sunda, Orangnya Sunda, itu semua yang harus dipikirkan oleh putra putra Sunda.
Bahkan jika belum tahu, di Batawi (tanah melayu) jika mau ngibing penca begini:

“ Pake kopiah, celana hingga lutut warna putih, baju kampret putih, samping polekat (sarung) di kalungkan di leher, menjuntai ke depan, (perlunya sarung ke depan untuk menangkap senjata yang tajam, begitulah orang melayu, kuat dengan tradisi leluhur Sunda jaman embah kahir).

Dalam hal pakaian pada pada saat ngibing, meskipun sudah disebutkan sebagian, bagi orang yang menyukainya bukan masalah, hanya saja bagusnya memang begitu, menurut pendapat para ahli juga begitu seharusnya, bahkan bila belum tahu yang disebut namanya dalam buku ini pakaiannya juga kabaya gobrah, dililit cimpo mata dam, tinun cele besar, celana sontog poleng.

Penutup

Penutup saya, terimakasih banyak kepada siapa saja yang membaca paparan ini, mohon maaf yang sebesar besarnya jika dalam segi bahasanya begitu kacau (pabaliut), maklum seumur hidup baru belajar mengarang, namun ini dikarenakan saking tertariknya oleh cengengnya kemauan ingin mendorong menunjukkan kepada umum, kepada seluruh orang sunda khususnya, bahkan jadi penggugah, mau melihat diri pribadi, melihat masa yang telah lalu.

Sepengetahuan saya, umumnya kaum muda terpelajar di jaman sekarang sudah tertarik oleh kebangkitan produk negara luar, seperti kaum muda di kota kota bagaimana tertariknya dengan melihat atau mendengar luar biasanya Tarzan, Tommix dan sebagainya. Atau kesini kesini oleh jago jago boksen dari negara lain, hingga barangkali jika bisa ingin meniru segala rupanya, pakaian tingkahnya, gayanya (legegna), gerak geriknya ingin meniru. Hingga oleh sebagian gambar photonya nya juga dikumpulkan di simpan apik. Dalam hal ini bukan bermaksud mencela dengan keadaan yang disebutkan seperti itu, jauh dari pikiran itu, sebab meskipun kemajuan mana saja apabila betul menirunya disertai dengan betul betul mampu, tetap akan menjadi kebaikan; dalam pengantar tulisan ini juga telah disebutkan bahwa semuanya sama, asal harus sampai pada tingkatan mahir.

Namun Sesungguhnya, menurut pikiran  akan lebih baik, lebih bagus terlihat jika para kaum muda Sunda mau mementingkan belajar terhadap kemajuan kaeruhun Sunda (kemajuan bangsanya), sebab tentunya akan lebih terhujam terasanya, lebih enank dipakainya, lebih indah terlihat, lebih cocok dengan apa yang ada pada dirinya.
Puji Syukur Alhamdulillah, untuk di wilayah kabupaten Cianjur kebangkitan Penca masih tetap disukai oleh umumnya generasi muda Sunda meskipun tidak sampai mahir, namun menurut peri bahasa “saeluk elukeun” (sedikit sedikit) sudah banyak yang bisa.

Buktinya di beberapa tempat di wilayah Cianjur sering kali terdengar kendang penca, disertai dengan sorak sorai nya anak anak muda, apalagi itu dalam pesta pora hajatan, hampir selamanya kendang penca tidak pernah tertinggal.

Semoga kedapan bukan hanya di wilayah cianjur, namun juga di tempat tempat lain, dan di sekolah sekolah di ajarkan penca sebagai pengganti Gymnastik, supaya kebankitan ini jelas majunya.

Kepada semua para Juragan yang namanya di sebut sebut dalam tulisan ini, terutama yang masih hidup, mohon maaf yang sebesar besarnya bila ada kesalahan, begitu juga kepada Juragan juragan yang sudah ahli dalam perkara penca, dan tidak tersebutkan dalam karangan ini, saya mohon maaf, bahwa yang dimaksudkan dalam paparan ini  juga hanya menceritakan kisah aktor yang punya peran dalam menyebarkan kebangkitan penca. Juga kepada yang lain juga hanya sekedar yang terkait oleh jalan ceritanya saja.

wassalam

SELESAI

Jumat, 02 Juni 2017

SEJARAH KEBUDAYAAN PENCA BAGIAN I

Assalamualaikum Wr Wb
 Apa kabar saudara-saudaraku?
Terima kasih sudah mampir diblog saya ini,semoga blog ini bisa menjadi ajang silaturahim juga ajang bagi kita semua untuk mempelajari tentang seni budaya bangsa ini khususnya seni beladiri pencak silat.

 Kali ini saya Abay Rebelong akan memposting sebuah tulisan mengenai sejarah kebudayaan penca  yang mana tulisan ini dibuat oleh Rd .Obing Ibrahim pada tahun 1938 dalam bahasa sunda yang kemudian diterjemahkan oleh kang Deni Priyatin ( Kang Apey) melalui media Facebook.Karena tulisan ini cukup panjang maka saya akan memposting dalam dua bagian.
  Terima kasih untuk kang Deni Priyatin ( Kang Apey) yang telah membagikan dan menerjemahkan tulisan karya Rd.Obing Ibrahim semoga menjadi amal jariah yang bermanfaat buat kita semua.aamiin


Mari sama-sama kita simak tulisan tersebut,semoga kita bisa mengambil manfaat dari tulisan ini



SEJARAH KEBUDAYAAN PENCA Bag.1
Oleh Deni Priyatin pada 23 Oktober 2013 pukul 16:00
Tulisan Rd.Obing Ibrahim taun1938

PENGANTAR
Dewasa ini, boleh disebutkan di seluruh tanah Pasundan begitu banyak yang menyukai Kebudayaan Penca. Adapun perkara Penca kebanyakan tahu hanya sekedar satu persatu macamnya saja, sedangkan dalam asal mula di tanah sunda dari kebudayaan ini rupanya masih banyak yang belum tahu.
Oleh sebab itu saya sengaja mengumpulkan sejarah penca secara satu persatu, mudah mudahan menjadi pengingat bagi kebangkitan leluhur kita, karena terpikir oleh siapa lagi di lestarikannya selain oleh kita juga (Orang Sunda pada umumnya)
Bila ada kekurangan yang di bahas di sini oleh saya, tiada lain mohon maaf yang sebesar besarnya, dan mudah mudahan bisa menyambung, melengkapi , menambahkan kekurangannya, supaya pada cetakan kedua dan seterusnya bisa di perbaharui dan mencukupi terhadap apa yang dimaksudkan dalam pembahasan ini.
Hormat saya
Obing
Cianjur, Desember 1938


Mengapa buku ini di beri nama Sejarah Kebudayaan Penca, sebab yang akan diceritakan di sini adalah asal usul penca, semoga menjadi pembangkit semangat bagi yang belum mengetahuinya (belum menyukai) dengan kebudayaan ini; Dan Bagi yang sudah tahu sekedar pengulangan saja, supaya menguatkan maksud memajukan kebangkitan karuhun Sunda, agar jangan sampai redup bahkan mati di tengah jalan

Menurut penulis, dari dulu sampai sekarang belum ada ahli penca yang membuat hasil karyanya,  membuat buku untuk sekedar peringatan lahirnya kebangkitan ini (Penca) di tanah Sunda
Saya yang mengalami jaman dimana banyak yang ahli dan mahir dalam urusan penca di tanah Cianjur, seperti Rd. H.Ibrahim di Cikalong, Ama Sabandar di Sabandar (Cianjur), merasa tertarik, ingin menunjukkan ke khalayak umum, perjalanan ahli ahli penca tersebut, semoga menjadi pembangkit ketertarikan bagi generasi keturunan sunda dalam mengangungkan kebangkitannya

Mengingat Umur sudah redup (hingga sekarang 80 tahun (1938;pent)), mumpung masih sehat memaksakan diri  menjalaninya (membuat buku ini) dari banyaknya yang meminta dari sana sini. Menurut penulis, Jika hanya sekedar mengandalkan berita saling menyampaikan, tentu semakin lama semakin jauh dari arti yang sebenarnya dan juga tidak akan sampai sebagaimana mestinya menyebarnya kepada umum

Adapun barangkali jika saya sudah tiada, belum tentu ada yang mau mengumpulkan (dalam bentuk tulisan) seperti ini, hal ini karena rekan rekan yang sama sama pernah mengalaminya pada waktu para ahli penca masih ada, dan sekarang sudah pada tiada, dan belum tentu ada yang mau membuatnya, sehingga tentunya putra putra Sunda akan kehilangan sejarah

Tadi di atas sudah dijelaskan,bahwa pembahasan ini hanya sekedar menceritakan asal usulnya beserta para ahlinya dalam urusan penca saja, jadi bukan bermaksud menunjukkan bagaimana teknisnya (teknis jurusnya), sebab dalam urusan itu tidak akan sampai dengan tulisan, tidak bisa digambarkan dengan lisan, kecuali harus dengan rasa sendiri, adapun datangnya rasa itu karena kebiasaan, intinya harus belajar dengan prakteknya, supaya lebih sempurna

Sebelum membahas keadaan bermacammacam penca, sekarang hendak diceritakan macam macam ameng(ulin/penca/beladiri) yang saya ketahui, seperti:
1. Ameng Cimande;
2. Ameng Sera;
3. Ameng Betawi;
4. Ameng Cikalong;
5. Ameng Sabandar, dsb.

Ini adalah ameng/ulinan yang ada di tanah Sunda. Adapun ameng/ulinan yang ada di tempat lain seperti:
1. Ameng Padang (PencaMinangkabau);
2. Ameng Kuntaw;
3. Ameng Jujitsu;
4. Ameng Boksen
5. Ameng Worstelen (Gulat).

Yang disebutkan barusan di atas jika dikelompokan semuanya satu maksud, satu tujuan, dengan kata lain memilikimaksud yang sama, yaitu sama sama niat menjaga diri, ke sana nya sama samaingin menang, mengejar keunggulan. Itulah sebabnya mengapa kebanyakan yangbelajar ameng/ulinan yang tidak benar memeliharanya suka terjangkit rasasombong, memiliki anggapan bagus ini daripada itu, merasa diri lebih jago dariorang lain. Padahal semua ameng/ulinan juga tidak ada yang lebih bagus ataujelek, melainkan hanya biasa saja, barangkali jelek bagi yang masih bodoh,sebab bagi yang sudah pintar (mahir), tetap bagusnya, tidak tergantung denganameng/ulinan ini ameng itu, siapa siapa yang kalah menandakan masih belummahir.
Ketentuannya ameng/ulinantersebut, bisa dibagi 3 bagian, yaitu 1. Tingkat lebih tinggi, 2. Seimbang, 3tingkat lebih bawah. Patokan tersebut harus menjadi pokok bagi semua yang sudahbisa, begitu juga bagi yang sedang belajar.
Jika bersambung (bertarung)dengan tingkat yang lebih tinggi tentu kalah, dengan yang seimbang tidak adayang kalah dan menang siapa yang memaksakan diri dengan lawan yang seimbangpasti itu yang jatuh. Jika bersambung dengan tingkat yang lebih bawah tentuselamanya menang.
Adapun manfaat ameng(ulinan/Penca/beladiri) ada bermacam macam, yaitu:
1.  Untuk kalangenan (awet muda), Untuk penghiburhati, menghilangkan pikiran yang ruwet, sehingga ada istilah bagi yang sudahmenyukai dengan ameng/penca jika mendengar bunyi kendang membuat kaki bergetar.Itu tiada lain kecuali ketertarikan, perasaan hati sudah menyatu dengan suarakendang.
2. Untuk gerak badan (sport) yangmemang oleh semua orang yang mengerti sangat di utamakan untuk mencapaikesehatan diri.
3. Belajar Reflek dan lincahdalam melakukan salah satu perkara.
4. Untuk menjaga diri (beladiriatau yang menjadi tanggungannya) pada waktunya menghadapi bahaya yang tidakdisangka sangka akan menimpa.
5. Selain itu masih banyak lagijika kita sengaja cari dari manfaat manfaat ameng tadi.

Bagi yang belajar ameng (penca)supaya lebih cepat menyerap (ilmu)nya, harus memiliki cita cita yang munculdari yang dirasakan sendiri, kemudian rajin dan tidak bosan. Cita cita yangbelajar ameng biasanya tiada lain kecuali dibinasakan atau membinasakan, jikadatang pukulan dari sini, begini menyambutnya, dipegang begitu, begitumembukanya, geraknya begitu, begitu mengejarnya, atau membinasakannya, sampaimusuh (lawan) celaka. Dengan kata lain tidak ada satu maksud yang ingin membuatorang lain (musuh) enak, tapi selamanya mencari jalan supaya musuh tidak bisaberdaya atau dibinasakan. Cita cita seperti itu jika menjangkiti orang yang ‘KOSONG’hatinya selanjutnya akan dijadikan alat untuk menyombongkan diri, merasa bisaini bisa itu, padahal hal tersebut pada kenyataannya sering kali ingkar darimaksud, sebab tadi juga sudah diceritakan bahwa tidak ada yang lebih,tergantung dengan kepintarannya dan kecakapannya saja. Begitu juga dalam urusankepintaran ameng relative sekali ukurannya, peribahasa MANUSIA TiDAK ILMUPENUTUPNYA, harus senantiasa ada yang lebih tinggi dari dirinya, meskipundengan sesama manusia lagi.
Kedua merasa sudah mahir, merasa dirisudah cukup, tidak perlu belajar lagi, terus mengajari orang lain (menggurui)
Karena sudah merasa bisa, ketikaterdesak sama orang lain, bukannya instropeksi dengan kemampuan yang masihrendah, tetapi sifat egois yang lebih di tonjolkan, akhirnya:
1. Menimbulkan pertikaian, padaakhirnya berantem saling bacok;
2. Menghina dengan pencanya, bahwapencanya jelek, buat apa belajar penca seperti itu, tidak terlihat menarik.
3. yang menyebar hanya kejelekan,kebaikannya belum tersampaikan, pada akhirnya semakin berkurang, wal hasiltidak kesana ke mari (menggantung).
4. Bosan.

Oleh sebab itu semoga pembahasanini menjadi CERMIN bagi yang suka belajar Ameng (beladiri)

Sekarang mari kita telusuriurutannta satu persatu.

1. CIMANDE

Ameng Cimande, yaitu yang menjadipoko kebangkitan ameng yang paling dulu gelar di tanah sunda, serta sudah dikenaldari jaman dulu. Adapun yang punya anggitan (pelopor) wallohu’alam siapa hanyasaja pertama muncul kepada umum yaitu dari jaman EMBAH KAHiR, malah beliaulahyang pertama menyebarkannya ke seluruh tanah Pasundan juga.

Siapakah Embah Kahir?
EMBAH KAHIR dilahirkan hinggabesarnya dikampung dan desa Kamurang onderdistrict Mande, district CikalongKulon, Kabupaten Cianjur,
Ketika masa beliau muda dan perkasa,mengajarkan ameng di kabupaten Cianjur, sabagian besar kepada para priyayi saja,jadi yang lain langka yang mengetahui.
Waktu jaman Kanjeng Dalem WiratanudatarIV (di Cianjur dikenal Kanjeng Dalem Sabiroedin, Embah Kahir sering mengajar kepadaprajurit dan kaum priyayi, malah pernah ditarungkan dengan Sengke di alun-alunCianjur, yang pada akhirnya Sengke itu kalah malah dalam buku Pangeran Kornel,karangan Raden Memed Sastrahadiprawira, keluaran Balai Pustaka juga disebutkan.
Tidak lama dari peristiwa itu
di Karawang di Pengewelan terjadikeributan, semua bangsa sengke melawan kepada Pemerintah, kemudian diatasi olehorang Cianjur beserta tempat lain sampai beres, malah hingga sekarang diKarawang ada kampung Babakan Cianjur, yaitu patilasan orang cianjur membuatperkampungan sementara (ngababakan) sewaktu menghadapi keributan melawan Sengke(perang Makaw kalau orang Karawang bilang) kemudian lagi menumpas Bagus Rangin,kepala berandal.
Dalam waktu itu tidak ada lagi amengkecuali  amengan Embah Kahir saja(CImande).
Lama kelamaan Embah Kahir pindahke Cimande, Kabupaten Bogor. Di Cimandenya kemudian mengajarkan ameng hinggasekarang turun temurun, hingga hampir seluruh tanah Pasundan hingga pelosoktidak ada yang tidak mengenal dengan penca Cimande, serta sebagian besar banyakyang sudah bisa. Jika ada hajatan/kenduri banyak yang sengaja disambungsambungkan dengan sesama temannya, serta kebanyakan beres tidak menjadikankericuhan apa apa.
Kesini kesini setelah banyakvariannya (rupa-rupa ameng) pada waktunya disambungkan sering kali menimbulkankericuhan, sebabkan masing masing ingin unggul tidak mau disebut jelek.
Lantas kenapa ada ameng yang laindi tanah Pasundan. Saperti Batawi, Ciwaringin, Sera, Depok, Cigondewa, dansebagainya, hal itu tergantung dengan tempatnya yang menjadi gurunya, saperti;gurunya tinggal di Ciwaringin, jadi ameng Ciwaringin, gurunya tinggal diNyengseret, jadi ameng Nyengseret dan sebagainya, namun asalnya Cimande Cimandejuga, kecuali  Cikalong dan Sabandar.

Ada ameng yang hampir se bulu denganCimande, se bulu dengan Cikalong, disebut Cimande bukan, disebut Cikalong jugabukan, yaitu Penca Cikaret. Penca CIkaret jika dilihat sekilas seperti cimande,namun pada prakteknya bersambung bukan Cimande, ada gerak dan rasa sepertiPenca Cikalong Apa Sebab hingga ada dua bulu?

Ketika Ajengan Cikaret (Sukabumi)masih hidup, beliau belajar Cimande dulu, kemudian belajar Cikalong, JadiCimande ada, Cikalong ada.
Menurut kebiasaan jika mengambilsalah satu ameng yang disukai, ameng yang lainnya kadang tidak dipakai lagi,pindah kepada yang disukai, namun tidak sampai lupa dengan amengan sebelumnya,sering ada saja paham paham sebelumnya yang sering digunakan, ya terbukti dalamameng cikaret. Dengan kepiawaiannya Ajengan Cikaret dalam mengajarnya hinggaada 2 bulu, yaitu bulu cimande dengan bulu cikalong.
ameng Cikaret tersebut kemudianmenyebar kepada anak cucunya Ajengan Cikaret dan kepada murid-muridnya.

2. CIKALONG
Adapun yang di sebut ameng Cikalong yaitu yang menyebar dariCikalong. Yang punya peran dalam meracik dan menyebarkannya yaitu Juragan Rd.Haji Ibrahim, tinggalnya di Cikalong, amengannya juga disebut ameng Cikalong.
Siapakah Juragan Haji Ibrahim?
Juragan H. Ibrahim dilahirkan di Cikalong, termasukketurunan R.A. Wiratanoedatar II. Setelah menginjak besar beliau dipeliharaoleh ayah angkatnya yaitu Juragan Aria Djatinagara (Meester Cornelis).
Karena Juragan Aria Djatinagara begitu sukanya dengan penca,beliau (Rd. H. Ibrahim) di suruh belajar penca. Serta hampir semua guru pencayang ada di Djatinagara, Bogor, Cianjur, Batawi oleh beliau di sambangi dandijadikan guru hingga tamatnya (selesai). Oleh Juragan Aria sering dicoba ditarungkan dengan gurunya, semuanya tidak ada yang kalah, hal itu menandakanbahwa kepiawaian Juragan H. Ibrahim sudah menandingi gurunya.
Dalam urusan penca Juragan H. Ibrahim boleh dibilang luarbiasa dari segi kecakapannya serta kepiawaiannya; jika dihitung seluruhnya yangsudah dijadikan tempat berguru olehnya ada 17 guru, semuanya hampir se bulusaja. Yaitu mengambil pokok dari Cimande, hanya beda sedikit sedikit saja.Sesuai kesukaan masing masing guru.
Di Cikalong pada waktu itu ada lagi yang punya kemahiran amengpenca yaitu suami kakak (kakak Ipar) Juragan H. Ibrahim, asal dari Jatinagara,namanya Juragan Ateng Alimoedin, ya dengan kakak iparnya, Juragan H. Ibrahimmengasah keterampilannya dalam urusan ameng penca.
Malah sepengetahuannya terhadap guru guru ameng yang ada dibetawi, berkat petunjuk Juragan Ateng Alimoedin.
Pada waktu umur 27 tahun, beliau memiliki pekerjaan jualbeli kuda, sekalian sambil belajar kembali ameng penca di Haji Ma’roep dikampong Pulo kuningan (Karet) Batawi.
Pada Saat itu ibarat sekarang kereta mesin saja, jikabepergian agak jauh, selalu menggunakan kuda, serta hampir setiap orang yangagak mampu pada memilikinya. Dan yang paling disukainya adalah kuda Sumba (kudaSandel)
Juragan Haji Ibrahim selalu membeli kudanya dari kapal untukpengiriman ke Bandung, Bogor, Cianjur, Sukabumi, Garut seperti biasa kepadapara priyayi memasoknya. Jadi Juragan H. Ibrahim pada waktu itu adalah Saudagarbesar.
Apabila kudanya habis, kemudian beliau ke Batawi lagi menujuke tempat Haji Ma’roep (biasa dipanggil Abang Ma’roep), menunggu kapal datang.
Sambil beliau menunggu kapal datang, tiap malam sering“bersambung” (beradu penca) dengan Haji Ma’roep) yang menjadi tempatpersinggahannya, layaknya mengusir rasa bosan sambil memeriksakan celah yangbelum ditemukan oleh beliau, dalam urusan penca. Malah selain beliau juga masihbanyak murid muridnya Haji Ma’roep yang sedang belajar, begitu juga masihbanyak yang sedang saling bersambung dengan sesame rekan murid muridnya.

Diceritaken di samping halaman tempat belajar penca, adasatu rumah, yang mengisinya orang Sumatera, namanya Bang Madi.
Setiap kali murid haji Ma’roep  sedang ramai berlatih, Bang madi hanyamenonton dari balik pagar pekarangannya, terkadang oleh haji a’roep suka diajakngopi di teras rumahnya sambil memperhatikan yang sedang berlatih, yaitu muridmurid Haji ma’roep yang sedang asik berlatih dengan sesama murid yang sedangmenghafal jurus.
Adapun yang di teras rumah hanya asik saja ngobrol urusandagang.
Setelah tidak ada Bang Madi masuk ke rumahnya, rupanya bosanberdiri di balik pagar, ditambah udara agak dingin karena makin larut malam JuraganHaji Ibrahim kemudian bertanya kepada Haji Ma’roep, beliau berkata : “Bang !siapa itu yang tadi berdiri disebelah pagar, rupanya dia demen sama bersilat,apa dia bisa bersilat, apa tidak,? Sebab melihat rupanya dia suka bersilat?”
Jawab Haji Ma’roep : “Ah. Dia si Madi orang sini, tidak bisaapa apa, Cuma liat liat aja seperti anak kecil, dia sering minum kopi di sinisembari meliat anak anak kita bersambung”
Dijawab oleh Haji Ma’roep begitu, Beliau tidak banyakberkata apa apa lagi perkara Bang Madi, kemudian lanjut membicarakan yang lainsambil ngopi hingga larut malam.
Sebenarnya Bang Madi adalah salah seorang ahli Penca, hanyabelum terbuka saja, Beliau berasal dari Pagar Ruyung residentje Jambi,Sumatera. Beliau pergi dari tanah kelahirannya karena diusir oleh orang orangsekampung, Sebab telah berani mengajar penca ke kampong lain. Setelah terluntalunta akhirnya sampai di Betawi, kemudian mengembara di Betawi, matapencahariannya adalah jual beli kuda afkiran dari kompeni.
Meskipun Bang Madi tukang kuda, tapi dengan Juragan H.Ibrahim belum lah kenal satu sama lain.
Dari mulai berangkatnya dari pagar ruyung tidak terceritakankisahnya, hanya setelah ada di Betawi saja.
“Aturan di Pagar Ruyung? Amatlah keras, sangat tidak bolehada penca keluar, kecuali di kampong Pagar Ruyung saja hingga sekarang.”
Itulah sebabnya mengapa meskipun Bang Madi sudah ada diBetawi tidak mau memperlihatkan kepiawaiannya kepada orang lain, apalagimengajarkannya tidak pernah memperlihatkan sama sekali bahwa beliau bisa penca.
Diceritakan Juragan Haji Ibrahim jam 4 subuh sudah bangunkemudian pergi ke Mushola untuk shalat Shubuh, setelahnya kemudian jalan jalanberkeliling perkampungan.
Kurang lebih setengah 6 pagi pagi beliau melihat kuda 5 ekordi halaman Bang Madi, kemudian merasa tertarik, maksudnya hendak di beli;ketika melihat lihat dari dekat, kebetulan Bang Madi muncul dari dalam rumah.
Juragan H. Ibrahim berfikir sejenak sambil melihat kudatersebut.
Pada saat yang sama Bang Madi masuk ke rumahnya mengambiltikar yang sudah agak lusuh di hamparkan di teras rumah, seraya berujar : “Dudukdulu disini Raden, biar kita berdami urusan kuda, ini ada kopi hanget, minumkopi dulu” sambil terus cangkirnya disodorkan. Juragan H. Ibrahim kemudianduduk di atas tikar sambil terus menatap kuda tersebut.
Dasar putra putra sunda harus memiliki jodoh dengan amengBang Madi, yang sekarang disebut ameng cikalong, setelah Bang Madi menyodorkankopi kepada Juragan haji Ibrahim, kemudian berkata : “tadi malem bukan mainramainya orang yang belajar bersilat di halaman Bang ma’roep, rupanya Radenjuga sudah pandai bermain silat, sebab tadi maelem saya liat Raden bersambungdengan Bang Ma’roep” Ujar Bang Madi dengan raut muka mesem.
Juragan H. Ibrahin dasar sudah sangat suka dari kecil(mendarah daging), mendengar kata “bersilat”, yang tadinya sedang asik menatapkuda langsung terperanjat menatap bang madi sambil berkata : “Iyah saya memangsuka bersilat, kalu begitu barangkali abang juga bisa maen silat”.
Bang Madi : “Ah, tidak Den, saya sih suka meliat meliat saja”.
Juragan H. Ibrahim : “Masa iya, jangan bohong bang, orangyang sudah tau belajar bersilat mudah aja keliatannya,” ujarnya sambil agakmemancing.
Bang Madi “ Ya tau juga sedikit tapi main begitu saja, sembarangan.”
Juragan H. Ibrahim dalam hatinya : “ Nah kebuka sekarang,coba sama saya mau dicoba, sebab tidak mungkin sanggup melawan saya juga,apalagi sama Bang ma’roep, sebab badannya saja tidak termasuk besar, apalagisudah berumur, Ah!! dibegitukan juga jatuh.”
Munasabah beliau (Juragan H. Ibrahim) dalam hatinya begitu,sebab sebagaimana diketahui dengan keberanian beliau dalam urusan penca jamanitu dapat dikatakan termasuk golongan paling jago, setelah dapat merobohkanguru guru maen po yang sudah di coba sama beliau. Apa lagi ini Bang Madi selainbukan guru apalagi perawakannya kecil dan terlihat lemah (tidak gagah). Pendekkata tidak ada yang perlu ditakutkan saja. Kemudian beliau mengajak bang madi,ujarnya : “ kalu begitu coba sama saya bersambung bang.!”
Bang Madi: “Ah, jangan main main Den, masa orang tua sepertisaya dapet melawan Raden”
Juragan H. Ibrahim : Kalu buat mencoba kan tidak apa, tohsaya juga tak akan mematiin abang.”
Bang Madi : “Kalu begitu, ya boleh, tetapi jangan disinimalu kelihatan orang, lebih baik dalam rumah saja.”
Juragan H. Ibrahim: “Baek.” Ujarnya sambil berdiri kemudianmasuk ke dalam rumah, membuka pakaian, siap siap mendekati bang Madi sepertiyang hendak benar benar mencoba.
“Coba bang, pasang yang kuat.” Ujarnya.
Bang madi tidak bergeming, tidak melakukan apa apa, biasadandanan tadi sewaktu pertama bertemu dengan Juragan H. Ibrahim saja.
Kemudian bang Madi pasang, tangan kanan agak ke depan,sedang tangan kiri agak pendek, kaki serong sedikit, kepalan tangannya separuhterbuka dan agak menungkup ke bawah.
Ujar Juragan H. Ibrahim: “Ah, bang, biar betul pasangnyajangan begitu, pasangan apa itu ? yang betul saja bang supaya nanti abangjangan penasaran.” Berucap begitu seperti terlihat merendahkan.
Bang Madi: “ Betul Den, tidak ada lagi, Cuma sebegini;Pasanagan ini namanya “Macan turun dari gunung.”
Tidak banyak berkata lagi tiba tiba oleh Juragan H. Ibrahim “di sambut”………
Apa yang terjadi..? ….. Juragan H. Ibrahim terlihat jatuhterlentang….
Beliau berdiri lagi , sambil menyuruh pasang lagi kepadabang madi.
Dengan hati hati dan waspada kedua kalinya “nyambut” lagipasangan Bang Madi, namun seperti sebelumnya saja beliau yang terjungkal,setelah beberapa kali di coba, namun tetap beberapa kali beliau terjungkaljatuh.
Kemudian berfikir mencari akal supaya baisa berguru kepadabang madi dengan leluasa tidak di ketahui bang ma’roep. Tidak lama kemudianbeliau mendapat akal, kemudian berkata kepada Bang Madi, ujarnya: “ Betul sayaterima kalah bang, saya tidak sangka abang begitu pande main silat; tetapisekarang kita kembali tentang hal jual beli kuda; itu kuda yang 5 saya belisemua, dengan harga f 300, saya tidak tawar lagi, tetapi nanti jam 3 malem,musti abang bawa semuanya kuda itu, tunggu sama abang di cillilitan.
Jangan salah Bang! Kalu saya belon datang ke Cililitan,abang jangan pigi kemana mana, sebab nanti kalu abang tidak keberatan, abangmusti ikut saya ke Cikalong, buat anter ini kuda sebab saya tidak bawa temenlagi. Buat ongkos ongkos saya tanggung semuanya, dan nanti buat abang pulanglagi ke Betawi, saya akan kasih seekor kuda jampang.”

Bang Madi: “Baik Den”

Diceritakan paginya jam 3 subuh Bang Madi sudah menunggu diCililitan, serta ketika disamperin oleh Juragan H. Ibrahim, tidak menunggu lamakemudian langsung ikut serta ke Cikalong.

Sepanjang jalan Juragan H. Ibrahim merasa gelisah hatinyabakalan memiliki guru silat yang begitu hebatnya, dalam hatinya : “ Saya sangatberuntung sekali punya guru sangat hebatnya, apalagi terbawa pulang, bisaleluasa belajar tidak akan ketahuan oleh bang Ma’roep. Benar benar Bang Ma’roepitu “Mata Peda” (mata ikan peda), meskipun sudah bertetangga bertahun tahun danbegitu akrabnya tapi belum bisa terbuka. Ah barangkali ini saemata mata jodohsaya saja, sebab seumpama telah terbuka sama bang Ma’roep belum tentu menjadimilik saya, sebab belum tentu saya bisa langsung belajar ke bang madi.”

Pendek cerita, sesampainya di Cikalong beliau benar benarbelajar dengan diat dan rajin, berguru tidak kenal siang maupun malam,senantiasa menanyakan berbagai masalah silat kepada yang jadi gurunya (BangMadi). Wal hasil latihan pun tidak memakan waktu berbulan bulan, hal ini karenagiat dan rajin yang belajar. Apalagi telah memiliki dasar silat dari awalnya,hampir semua ilmu Bang MAdi turun kepada beliau. Amengan silat beliau yanghasil berguru dari 17 guru sudah hampir telupakan.

Ujar Bang Madi kepada Juragan H. Ibrahim : “Den, perkarabersilat sudah cukup. Tak usah belajar lagi, tapi sekarang ada seorang guruyang cepet pukulannya, namanya Bang Kari di Benteng, kalu Raden mau belajarlagi boleh coba coba.”


Sepulangnya Bang Madi ke Betawi, tidak perlu menunggu lamabeliau (Juragan H. Ibrahim) berangkat ke Benteng menemui Bang Kari.

Tidak diceritakan begini begitunya, singkat cerita JuraganH. Ibrahim diterima berguru “Pukulan” oleh Bang Kari.
Ketika mulai bersambung menjajal kemampuan masing masing,mereka berdua masing masing kaget; Juragan H. Ibrahim kaget melihat peupeuhanbang Kari yang begitu cepatnya, terus menerus tiada jeda, begitu juga bang karikaget karena merasa peupeuhannya tidak ada yang masuk kepada Juragan H.Ibrahim, sebab biasanya ahli ahli silat tidak ada yang tidak kewalahan, tapisekarang merasa pukulannya yang bertubi tubi tidak ada yang masuk. Meskipubbegitu Bang kari masih terus saja menyerang Juragan H. Ibrahim, pikirannyameskipun tidak kena dari atas, dari bawah tentu kena.
Kebetulan ketika Juragan H. Ibrahim sedang sibuk membuangpukulan bang Kari, Kaki beliau agak menjulur ke depan, secara tiba tiba bangkari menghentakan kaki maksudnya hendak menginjak.
Melihat kerasnya tenaga, barangkali tidak mungkin tidakremuk kaki Juragan H. Ibrahim, namun apa yang terjadi…?
Secepat kilat Juragan H. Ibrahim membelokkan kakinya, sehinggakaki bang Kari hanya mengenai papan lantai rumahnya (papan lantai rumahpanggung) hingga hancur, akibat kerasnya tenaga kaki yang menginjak. Setelah itubang kari berhenti, kemudian berujar: “raden; sudah cepet betul dari urusanbersilat, saya belon pernah mendapet lawan yang cepet seperti raden; saya rasaRaden sudah cukup, tak perlu belajar lagi.”
Pada waktu berangkat lagi ke Betawi pernah beliau mencobamenghadapi bang Ma’roep bekas gurunya dahulu, namun bang ma’roep tidak berdaya,malah laksana dipermainkan oleh Juragan H. Ibrahim.
Semenjak itu Juragan H. Ibrahim sudah merasa puas, nafsunyadalam berguru lagi sudah berkurang, hanya tinggal memahamkan dan memperhalushasil berguru beliau dari bang Madi.
Berkat kepiawaian Juragan H. Ibrahim dalam urusan silat,pernah diceritakan ada ya yang menjajal di serang menggunakan gobang di “babuklalaykeun” hingga tidak mengenainya, selain itu juga dalam merebut gobang ,tidak seperti yang lainnya (sebagaimana tukang penca), namun beliau menangkap bilahyang tajam di capit dengan kedua jari, telunjuk dan ibu jari layaknya seoranganak memegang ekor capung, kemudian diputar yang asalnya bilah yang tajam daribawah menjadi ke atas. Malah saking kuatnya yang memegang gagang gobang berlawanandengan kerasnya yang menangkap dan memutarkan bilah gobang, hingga gabangtersebut lepas dari gagangnya.
Itulah bukti betapa semakin pesatnya kemajuan beliau dalamurusan Silat
Semasa hidupnya Juragan H. Ibrahim, oleh beliau sering diwejangkan kepada keluarganya dan putera puteranya. Diantaranya yaitu Agan Brata(putera) dan Juragan H. Tarmidi (keponakan). Pada waktu Juragan H. Ibrahimwafat, Agan Brata baru menginjak usia 15 tahun (1912).
Berkat kedua puteranya itulah tersebarnya ilmu silatBapaknya, serta karena mereka tetap tinggal di Cikalong, akhirnyakebangkitannya pun terkenal di sebut Penca Cikalong. Hanya saja Agan Bratadalam usia 42 tahun wafat, yang meneruskan di Cikalong yaitu Juragan R.H.Tarmidi, Naib Cikalong.
Setelahnya Penca Cikalong meneyebar kemana mana, sebagaimanaCimande saja banyak yang berganti sifat, asal begini menjadi begitu, menurutkemampuan dan keinginan yang mengajarkan. Namun bagi yang sudah bisa semuanya satu bulu saja.

Untuk menjaga supaya ke depannya tidak kacau, yaitu seperti ada yang mengaku bahwa bisa penca cikalong, namun dalam prakteknya banyak yang keliru, bahkan jauh sekali, disarankan kepada semua yang senang belajar ameng/penca, pada waktu belajar itu haruslah menurut berdasarkan apa yang diajarkan gurunya, jangan dulu ingin mengubah, nanti juga dimana sudah paham,akan mempunyai rasa yang bisa dirasakan sendiri supaya lebih sejalan, lebihenak, lebih reflek, lebih lincah, dan tidak keliru keluar dari galur asal;sebab seumpama tidak begitu, tentunya semakin lama kebangkitan ameng/penca kita, bukan semakin bagus, namun semakin menuju kemunduran. Sebab banyak raehan(pengembangan) yang tidak sesuai, yang keluar dari patokan.


Demikian Sejarah Kebudayaan Penca Bagian pertama.Insya Allah sambungannya akan diposting kemudian dalam judul SEJARAH KEBUDAYAAN PENCA BAG.II